Powered By Blogger

Rabu, 11 Januari 2012

Olah raga sangat penting bagi ibu hamil, untuk tetap mendapatkan tubuh yang sehat dan bugar. Namun olah raga yang dilakukan, juga harus yang sesuai dengan perubahan fisik. Senam yang pas dilakukan saat kehamilan adalah senam hamil.

Senam hamil biasanya dimulai saat kehamilan memasuki trisemester ketiga, yaitu sekitar usia 28-30 minggu kehamilan. Selain untuk menjaga kebugaran, senam hamil juga diperlukan untuk meningkatkan kesiapan fisik dan mental calon ibu selama proses persalinan. Berikut beberapa tujuan senam hamil:

1. Menguasai teknik pernapasan.
Latihan pernapasan sangat bermanfaat untuk mendapatkan oksigen, sedangkan teknik pernapasan dilatih agar ibu siap menghadapi persalinan.

2. Memperkuat elastisitas otot.
Memperkuat dan mempertahankan elastisitas otot-otot dinding perut, sehingga dapat mencegah atau mengatasi keluhan nyeri di bokong, di perut bagian bawah dan keluhan wasir.

3. Mengurangi keluhan.
Melatih sikap tubuh selama hamil sehingga mengurangi keluhan yang timbul akibat perubahan bentuk tubuh.

4. Melatih relaksasi.
Proses relaksasi akan sempurna dengan melakukan latihan kontraksi dan relaksasi yang diperlukan untuk mengatasi ketegangan atau rasa sakit saat proses persalinan.

5. Menghindari kesulitan.
Senam ini membantu persalinan sehingga ibu dapat melahirkan tanpa kesulitan, serta menjaga ibu dan bayi sehat setelah melahirkan.

Hampir di setiap rumah sakit bersalin memiliki kelas senam hamil. Ada baiknya Anda mensurvey rumah sakit tempat Anda akan bersalin, sekaligus mengikuti program senam hamil di rumah sakit tersebut.

Tapi bila lokasinya jauh dan Anda tak punya cukup waktu untuk ke rumah sakit, sebenarnya senam hamil juga bisa dilakukan sendiri di rumah. Namun senam ini harus dilakukan secara teratur, dengan kondisi yang tenang dan menggunakan pakaian yang longgar. Berikut beberapa petunjuk dalam melakukan senam hamil:

Latihan Otot Kaki
1. Duduklah dengan posisi kedua lutut diluruskan, tubuh bersandar pada kedua lengan yang diletakkan di belakang pantat.
2. Tegakkan kedua telapak kaki dengan lutut menekan kasur. Kemudian tundukkan kedua telapak kaki bersama jari-jarinya. Ulangi beberapa kali.
3. Hadapkan kedua telapak kaki satu sama lain dengan lutut tetap menghadap ke atas, kembalikan ke posisi semula. Ulangi terus sebanyak beberapa kali.
3. Kedua telapak kaki digerakkan turun ke arah bawah, lalu gerakan membuka ke arah samping, tegakkan, kembali, dan seterusnya.
4. Kedua telapak kaki buka dari atas ke samping turunkan, hadapkan, kembali ke posisi semula, dan seterusnya.

Kegunaan: Memperlancar sirkulasi darah di kaki dan mencegah pembengkakan pada pergelangan kaki.

Latihan Pernafasan
1. Pernafasan perut
- Tidurlah terlentang dengan satu bantal, kedua lutut dibengkokkan dan dibuka kurang lebih 20 cm.
- Letakkan kedua telapak tangan di atas perut di sekitar pusat sebagai perangsang. Keluarkan napas dari mulut (tiup) sambil tangan menekan perut ke dalam.
- Tarik napas dari hidung dengan mulut tertutup, perut mengembang mendorong kedua tangan ke atas. Perhatikan bahwa gerakan pernafasan dilakukan dengan perut (jadi dada tidak ikut kembang kempis).

Kegunaan: Melemaskan dinding perut agar mudah diperiksa oleh dokter/bidan.

2. Pernafasan iga
- Tidur terlentang (seperti pada pernapasan perut), letakkan kedua tangan dalam posisi mengepal di iga sebagai perangsang.
- Bernapaslah seperti pada pernapasan perut, dengan pengecualian tangan menekan iga ke dalam dan iga mengembang mendorong kedua tangan ke arah samping luar.

Kegunaan: Mendapatkan oksigen sebanyak mungkin.

3. Pernapasan dada
- Tidur terlentang (seperti pada pernapasan perut), letakkan kedua tangan di dada bagian atas.
- Keluarkan napas dari mulut (tiup) dengan tangan menekan dada ke arah dalam.
- Tarik napas dari mulut dengan mulut terbuka, dada mengembang mendorong ke dua tangan ke atas.

Kegunaan: Mengurangi rasa sakit saat bersalin.

4. Pernapasan panting (pendek-pendek dan cepat)
Pernapasan ini menyerupai pernapasan dada, hanya saja irama pernapasan lebih cepat dengan gerakan napas dihentikan separuhnya (bernapas tidak terlalu dalam, pendek-pendek saja).

Kegunaan: Istirahat atau menghilangkan lelah sesudah mengejan. Juga dilakukan saat ibu sudah merasa ingin mengejan sementara pembukaan belum lengkap, supaya jalan lahir tidak bengkak atau sobek.

Semua gerakan latihan pernapasan di atas sebaiknya dilakukan enam kali sehari, di pagi hari sesudah bangun tidur dan malam hari sebelum tidur.

Latihan Otot Panggul
1. Tidur terlentang, kedua lutut dibengkokkan.
2. Letakkan kedua tangan di samping badan. Tundukkan kepala dan kerutkan pantat ke dalam hingga terangkat dari kasur.
3. Kempeskan perut hingga punggung menekan kasur. Rasakan tonjolan tulang panggul bergerak ke belakang.
4. Lemaskan kembali dan rasakan tonjolan tulang bergerak kembali ke depan. Ulangi gerakan ini 15-30 kali sehari.

Kegunaan: Mengembalikan posisi panggul yang berat ke depan, mengurangi dan mencegah pegal-pegal, sakit pinggang dan punggung serta nyeri di lipat paha.

Latihan Otot Betis
1. Berdiri sambil berpegangan pada benda yang berat dan mantap.
2. Posisikan ibu jari dan jari-jari lain menghadap ke atas.
3. Regangkan kaki sedikit dengan badan lurus dan pandangan lurus ke depan.
4. Tundukkan kepala seraya berjongkok perlahan sampai ke bawah tanpa mengangkat tumit dari lantai.
5. Setelah jongkok, lemaskan bahu. Kempeskan perut, kemudian perlahan kembalilah berdiri tegak, lepaskan kerutan. Lakukan enam kali dalam sehari.

Kegunaan: Mencegah kejang di betis.

Latihan Otot Pantat
1. Tidur terlentang tanpa bantal, kedua lutut dibengkokkan dan agak diregangkan.
2. Dekatkan tumit ke pantat dengan kedua tangan di samping badan.
3. Kerutkan pantat ke dalam sehingga lepas dari kasur, angkat panggul ke atas sejauh mungkin.
4. Turunkan perlahan (pantat masih berkerut), lepaskan kerutan, dsb. Ulangi enam kali sehari.

Kegunaan: Mencegah timbulnya wasir saat mengejan.

Latihan Anti Sungsang
1. Ambil posisi merangkak, kedua lengan sejajar bahu, kedua lutut sejajar panggul dan agak diregangkan.
2. Kepala di antara kedua tangan, tolehkan ke kiri atau ke kanan.
3. Letakkan siku di atas kasur, geser siku sejauh mungkin ke kiri dan ke kanan hingga dada menyentuh kasur. Lakukan sehari 2 kali selama 15 – 20 menit/kali.

Kegunaan: Mempertahankan dan memperbaiki posisi janin agar bagian kepala tetap di bawah. (berbagai sumber)



http://bibilung.wordpress.com/2009/10/09/manfaat-dan-gerakan-senam-hamil/

Sabtu, 29 Januari 2011

Trik Mendapatkan Pasangan Kencan






Trik Mendapatkan Pasangan Kencan

Ada sebagian orang yang rasanya tak pernah kesulitan mendapatkan pasangan, namun banyak juga pria yang merasa serba salah walaupun hanya untuk mengajak lawan jenis berkenalan. Nah, sebaiknya Anda
pahami dulu beberapa aturan main di bawah ini.

1. Bersahabat

Tumbuhkan lingkup kehidupan Anda, terutama jika Anda adalah bukan termasuk sosok yang mudah bergaul. Sebuah senyum dan mengucapkan ‘hallo’ bisa menjadi pembuka sebuah percakapan serta mengurangi rasa canggung untuk lebih mengenalnya.

2. Jangan Terlalu Terburu-buru

Mungkin Anda kerap memperhatikan orang baru di kantor dan Anda ingin lebih mengenalnya. Ingatlah jangan terlalu terburu, bersikaplah wajar, tersenyum dan ucapkan halo pada saat yang tepat sebelum Anda mengenalkan diri. Jika Anda mendapat respon baik, jangan terlalu bersemangat mengajaknya kencan. Cobalah mengajaknya untuk bergabung dengan rekan-rekan kerja lainnya setelah bekerja, ini akan memberi Anda kesempatan untuk bersosialisasi dan mengenalnya lebih dekat sebelum menuju ke level yang lebih intim.

3. Bersosialisasi

Manfaatkan suasana sosial di sekitar Anda, misalnya saat Anda menghadiri sebuh pesta dan melihat seseorang yang Anda sukai hadir di pesta tersebut. Bersikaplah bersahabat dengan mengenalkan diri Anda dan mencoba mengawali percakapan seperti,”Bagaimana Anda mengenal tuan rumah?” Namun jika percakapan terhenti cobalah mulai menyapa undangan lain dan meminta permisi padanya serta berjanji akan menemuinya lagi jika memang Anda berminat.

4. Bergaul

Jangan hanya mendekap diri di rumah, cobalah bergabung dengan kelas seni ataupun fotographi, menjadi sukarelawan dalam sebuah yayasan sosial, atau bergabung dengan aktivitas lapangan. Anda tak hanya akan menambah ilmu. Namun juga memiliki banyak kesempatan bertemu orang-orang baru.

5. Tentukan Langkah Pertama

Tak peduli Anda wanita atau lelaki, kadang Anda harus berani keluar dari sangkar dan hadapi dunia luar. Misalnya bagaimana sahabatku berjumpa dengan suaminya hanya karena dia mengetuk pintu sebelah kamar kosnya hanya untuk meminjam sebuah pena, dan tak disangaka ternyata perjumpaan tersebut mengawali sebuah hubungan.

6. Singkirkan Rasa Malu

Jika Anda tinggal di luar kota ataupun Anda seorang pemalu, mengapa Anda tak mencoba mencari pasangan dengan media online? Online dating memberi kita kemudahan untuk menentukan sesorang yang sesuai dengan pilihan Anda, bahkan Anda akan mendapatkan kenyamanan dengan komunikasi jarak jauh.

7. Jujur

“Apakah Anda akan terluka saat jatuh dari surga?” “Apakah aku percaya dengan cinta pada pandangan pertama?” Anda tak perlu menantang arus untuk menjadi pusat perhatian, cobalah menjadi diri sendiri dan tonjolkan kelebihan Anda.




TIPS MENGASAH KECERDASAN EMOSI ANDA

"Siapapun bisa marah. Marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yg baik, bukanlah hal mudah." -- Aristoteles, The Nicomachean Ethics.

Mampu menguasai emosi, seringkali orang menganggap remeh pada masalah ini. Padahal, kecerdasan otak saja tidak cukup menghantarkan seseorang mencapai kesuksesan. Justru, pengendalian emosi yang baik menjadi faktor penting penentu kesuksesan hidup seseorang.

Kecerdasan emosi adalah sebuah gambaran mental dari seseorang yang cerdas dalam menganalisa, merencanakan dan menyelesaikan masalah, mulai dari yang ringan hingga kompleks. Kecerdasan emosi lebih terfokus pada pencapaian kesuksesan hidup yang *tidak tampak*.

Berikut cerita sukses Seorang miliuner kaya di Amerika Serikat, Donald Trump.

Di tahun 1980 hingga 1990, Trump dikenal sebagai pengusaha real estate yang cukup sukses, dengan kekayaan pribadi yang diperkirakan sebesar satu miliar US dollar. Dua buku berhasil ditulis pada puncak karirnya, yaitu "The Art of The Deal dan Surviving at the Top". Namun jalan yang dilalui Trump tidak selalu mulus...

Anda ingat depresi yang melanda dunia di akhir tahun 1990?

Pada saat itu harga saham properti pun ikut anjlok dengan drastis. Hingga dalam waktu semalam, kehidupan Trump menjadi sangat berkebalikan.

Trump yang sangat tergantung pada bisnis propertinya ini harus menanggung hutang sebesar 900 juta US Dollar! Bahkan Bank Dunia sudah memprediksi kebangkrutannya. Beberapa temannya yang mengalami nasib serupa berpikir bahwa inilah akhir kehidupan mereka, hingga benar-benar mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.

Di sini kecerdasan emosi Trump benar-benar diuji. Bagaimana tidak, ketika ia mengharap simpati dari mantan istrinya, ia justru diminta memberikan semua harta yang tersisa sebagai ganti rugi perceraian mereka. Orang-orang yang dianggap sebagai teman dekatnya pun pergi meninggalkannya begitu saja. Alasan yang sangat mendukung bagi Trump untuk putus asa dan menyerah pada hidup.

Namun itu tidak dilakukannya. Trump justru memandang bahwa ini kesempatan untuk bekerja dan mengubah keadaan. Meski secara finansial ia telah kehilangan segalanya, namun ada "intangible asset" yang tetap dimilikinya. Ya, Trump memiliki pengalaman dan pemahaman bisnis yang kuat, yang jauh lebih berharga dari semua hartanya yang pernah ada!

Apa yang terjadi selanjutnya?

Fantastis, enam bulan kemudian Trump sudah berhasil membuat kesepakatan terbesar dalam sejarah bisnisnya. Tiga tahun berikutnya, Trump mampu mendapat keuntungan sebesar US$3 Milliar. Ia pun berhasil menulis kembali buku terbarunya yang diberi judul "The Art of The Comeback".

Dalam bukunya ini Trump bercerita bagaimana kebangkrutan yang menimpanya justru menjadikannya lebih bijaksana, kuat dan fokus daripada sebelumnya. Bahkan ia berpikir, jika saja musibah itu tidak terjadi, maka ia tidak akan pernah tahu teman sejatinya dan tidak akan menjadikannya lebih kaya dari yang sebelumnya.

Luar biasa bukan?

Kecerdasan Emosi memberikan seseorang keteguhan untuk bangkit dari kegagalan, juga mendatangkan kekuatan pada seseorang untuk berani menghadapi ketakutan. Tidak sama halnya seperti kecerdasan otak atau IQ, kecerdasan emosi hadir pada setiap orang & bisa dikembangkan.

Berikut beberapa tips bagaimana cara mengasah kecerdasan emosi:

1. Selalu hidup dengan keberanian.

Latihan dan berani mencoba hal-hal baru akan memberikan beragam pengalaman dan membuka pikiran dengan berbagai kemungkinan lain dalam hidup.

2. Selalu bertanggung jawab dalam segala hal.

Ini akan menjadi jalan untuk bisa mendapatkan kepercayaan orang lain dan mengendalikan kita untuk tidak mudah menyerah. "being accountable is being dependable"

3. Berani keluar dari zona nyaman.

Mencoba keluar dari zona nyaman akan membuat kita bisa mengeksplorasi banyak hal.

4. Mengenali rasa takut dan mencoba untuk menghadapinya.

Melakukan hal ini akan membangun rasa percaya diri dan dapat menjadi jaminan bahwa segala sesuatu pasti ada solusinya.

5. Bersikap rendah hati.

Mau mengakui kesalahan dalam hidup justru dapat meningkatkan harga diri kita.

tags: tips dan trik

17 Alasan Mengapa Pria Selingkuh

17 Alasan Mengapa Pria Selingkuh

by documentdinda in Idola, LOVE, Woman. 25 Komentar

Buat para cewe info ini penting untuk diketahui

Poling yang dilakukan terhadap lelaki berusia 25-35 tahun dari berbagai profesi terungkap, terdapat perbedaan yang cukup krusial antara batasan selingkuh di mata mereka dan Anda. Ada yang bilang, kalau hanya kencan biasa itu bukan selingkuh.

Yang lainnya mengatakan bahwa mereka baru boleh dicap selingkuh kalau sudah sampai berhubungan fisik, seperti one night stand. Dari mereka yang mengaku berselingkuh, pertanyaannya kemudian, mengapa mereka bisa sampai tidak tahan terhadap godaan perempuan lain? Inilah pengakuan mereka.1. Standar berubah
Di awal pacaran, faktor ketertarikan fisik biasanya dominan. Seiring berkembangnya hubungan, standar ini bergeser. Ada kebutuhan lain yang jadi prioritasnya yang dalam pandangannya tak bisa dipenuhi pasangan.

2. Butuh tantangan
Beberapa pria menganggap perselingkuhan seperti tantangan. Butuh nyali besar dan kepintaran atur strategi untuk main api tanpa ketahuan. Selain itu, mereka juga tak bisa lupa asyiknya menaklukkan lawan jenis.

3. Rehat dari Komitmen 
Saat hubungan mulai serius, ada komitmen yang harus dipegang. Keadaan ini kerap membuat mereka terbebani. Mereka butuh pelarian, dan yang mereka pilih adalah perempuan lain.

4. Ego
Ternyata, bagi sebagian besar lelaki, tak ada yang lebih bisa mendongkrak percaya dirinya daripada kenyataan bahwa masih ada perempuan selain pasangan yang tertarik padanya.

5. Bosan ah..
Dengan alasan jenuh pada pasangan, mereka berselingkuh. Bersama perempuan lain, mereka seperti menemukan kesegaran baru. Ada pengalaman baru yang mereka temui, dan ini membuat mereka bergairah.

6. Just for fun
Jika perempuan lebih banyak dikuasai oleh otak kanan, maka mereka lebih dikuasai otak kiri. Mereka jarang dikuasai emosi sehingga di mata mereka, perselingkuhan tidak memerlukan keterlibatan emosi tinggi.

7. Tak Tahan Godaan 
Tak ada kucing yang menolak ikan, begitu anekdot untuk para pria mata keranjang. “Siapa yang tahan digoda perempuan cantik? Sekuat-kuatnya pertahanan, lama-lama runtuh juga,” dalih Rio (27), marketing sebuah bank.8. Koleksi dan Seleksi
Bagi sebagian pria, selama janur kuning belum melengkung, berkencan dengan perempuan lain adalah wajar. “Lebih baik selingkuh sebelum menikah kan daripada setelahnya? Walau sudah serius kan bukan berarti dia jodoh saya. Daripada salah pilih, lebih baik lihat-lihat dulu,” kata Sofyan (30), desainer web.

9. Rebounds
Alasan klasik ini masih sering digunakan para lelaki untuk melegalisasi perselingkuhan mereka. Mereka berselingkuh karena pasangannya lebih dulu berselingkuh.

10. Tidak Puas
Mereka mudah pindah ke lain hati jika tak puas terhadap pasangannya, baik dalam soal fisik maupun emosi. Lebih dari satu saja kebutuhan mereka tidak terpenuhi, dia dengan gampangnya menerima perempuan lain.

11. Gap Komunikasi
Komunikasi yang sering tak nyambung dengan pasangan dijadikan alasan mereka untuk berpaling pada perempuan lain yang lebih bisa diajak ngomong.

12. Terlalu Posesif
Ke mana pun pergi atau apa pun yang dikerjakan, harus lapor kepada pasangannya. Ketika kebebasan tak didapat, mereka akan mencuri-curi. Laki-laki seperti anak kecil, makin dilarang, mereka makin bengal.

13. Pasangan Susah Gaul
Anda sering menolak diajak kumpul, padahal mereka senang memamerkan pasangannya ke lingkungan pergaulannya. Apalagi, jika teman-temannya memuji Anda. Anda yang dipuji, dia lho yang merasa bangga.

14. Pasangan Kelewat Manja
Harus mengantar ke salon, sering mengeluh kepanasan merupakan kemanjaan perempuan yang kalau kelewat sering mereka dengar bisa jadi alasan untuk kabur ke perempuan yang lebih mandiri. Menurut mereka, kombinasi antara sikap manja dan mandiri sangat dibutuhkan dalam hubungan.

15. Minder dengan Pasangan
Punya pasangan yang lebih sukses darinya kadang jadi bumerang. Di satu sisi dia ingin perempuannya mandiri, tapi di sisi lain egonya sebagai laki-laki menginginkan dia yang harus lebih sukses.

16. Terlalu Mengatur
“Tidak ada yang lebih membuat saya merasa gerah daripada menghadapi pasangan yang hobi mengatur, bahkan sampai pilihan kaus kaki yang harus saya pakai,” kata Deni (30), staf IT.

17. Memang Dasarnya Tak Setia
Perempuan bagi mereka hanya untuk sekadar senang-senang saja. Dia menebarkan rayuan maut kepada setiap perempuan. Dia tidak pernah setia karena baginya kesetiaan adalah barang langka.


Info By Perempuan

Mengasah Kecerdasan (otak) dengan Menulis

Mengasah Kecerdasan (otak) dengan Menulis
 
GURU selalu mengatakan kepada para muridnya “menulis adalah berpikir”. Para guru yang mencoba membuai mereka itu meyakini bahwa apabila mampu berpikir lebih jelas dan menggunakan bahasa percakapan sehari-hari, maka menulis dapat mengekspresikan pikiran, unek-unek di atas kertas.
 
Nasehat guru di atas, bisa menjadi “guru” yang berharga bagi insan yang berjiwa penulis. Dengan sentuhan menulis, pikiran atau otak akan menjadi lebih hidup. Sebab menulis telah melibatkan banyak potensi-potensi psikis yang ada dalam diri manusia. Dan aktifitas seperti ini merupakan salah satu ketrampilan atau keahlian langka yang dimiliki oleh orang lain. Lain halnya dengan bicara, sejak balita manusia sudah dilatih ngomong.
Menulis bukanlah sekadar merangkai huruf, frase dan kata-kata, melainkan cara untuk mengasah otak manusia agar jadi genius. Menulis merupakan pengerahan atas potensi pokok yang ada dalam benak pikiran/otak manusia. Menulis juga sebagai refleksi untuk mengubah dari sesuatu ide atau gagasan menjadi narasi ilmiah yang bisa dibaca oleh banyak orang.
 
Kecerdasan otak (genius) adalah anugerah tertinggi yang diberikan Tuhan kepada manusia. Tetapi, anugerah yang diberikan Tuhan itu tidak pernah ada dalam sekali jadi. Melainkan harus di bentuk dan diproses dengan sungguh-sungguh, berlatih secara terus menerus agar menjadi tumbuh dan berkembang. Seringkali sikap malaslah yang mengalahkan anugerah tersebut, sehingga sedikit saja orang yang dapat dipandang sebagai seorang yang benar-benar genius.
 
Mark Levy (2005) membuktikan kalau seseorang ingin genius dapat ditempuh melalui menulis. Seperti yang dikemukakan dalam karyanya yang berjudul“Menjadi Genius dengan Menulis.” Mark Levy mengajarkan pengalaman kepada kita tentang bagaimana cara memulai, menata dan mengembangkan cara menulis dengan cepat dan sistematis. Sekalipun berlatar-belakang pebisnis ternama, Levy tidak pernah berhenti menulis. Karena menulis merupakan kebutuhan untuk mengungkapkan pikiran dan pengalamannya kepada orang lain.
Mengapa menjadi genius harus dengan menulis? Karena menulis merupakan suatu aktivitas yang melibatkan banyak “pancaindra” manusia. Aktivitas menulis jelas memerlukan kesadaran tinggi dengan disertai penghayatan yang dalam. Orang menulis tidak bisa sambil tidur atau pun ngelamun, melainkan harus dengan keadaan sadar dan didukung sistematika yang teratur.
 
Kegiatan menulis selalu diawali dengan memusatkan pikiran terlebih dahulu hingga menggerakkan organ tangan. Inilah bedanya dengan ceramah, cerita atau dongeng. Jadi, keunikan menulis yaitu menyentuh sesuatu elan vital dalam diri manusia.
 
Menurut Levy ada enam “skenario rahasia” membuat tulisan. Pertama, lakukanlah menulis dengan santai. Artinya, aktivitas menulis jangan sampai menghabiskan energi hingga ketahanan tubuh menjadi lemah dan jatuh pingsan. Justru dengan ketegangan yang tinggi biasanya menulis cenderung kurang mengalir (seret) dan sulit keluar ide-ide yang cemerlang.
 
Kedua, berlatih menulis dengan cepat secara terus-menurus. Menulis merupakan bentukan ketrampilan yang dilakukan secara terus-menerus. Untuk menulis dengan cepat, Anda harus menyiapkan bahan yang memadahi untuk ditulis, dan reasoning itu sudah ada di benak dan pikiran Anda.
 
Ketiga, bekerjalah dengan tenggat waktu. Tenggat waktu menjadi sangat penting untuk membiasakan proses menulis. Mulailah dengan latihan menulis selama tiga menit, ambillah buku, majalah, koran atau mengakses media lainnya sebagai rangsangan untuk menghadirkan ide kembali. Tuangkan ide tersebut ke dalam tulisan yang sistematis dan enak dibaca. Setelah tiga menit, lakukanlah dengan menambah waktu yang cukup lama, hingga menjadi bagian dari aktivitas harian Anda.
 
Keempat, tulislah sesuai dengan yang Anda pikirkan. Kegiatan menulis adalah mentransfer sesuatu yang ada dalam benak pikiran Anda. Walau kadang disertai mengutip, tetapi harus tetap melewati pikiran dan otak terlebih dahulu. Gunakanlah bahasa yang sederhana dan mudah dipahami, setidak-tidaknya bagi Anda sendiri. Karena hasil tulisan harus bermanfaat, sekalipun untuk diri sendiri. Anda harus memakai logika yang jelas, pilihan kata yang baku, dan sedikit menarik perhatian.
 
Kelima, ikutilah pemikiran Anda. Pada saat Anda menulis, pikiran dan ide harus dituangkan apa adanya sesuai dengan logika yang benar. Kalau butuh bandingan, pilihlah bandingan yang signifikan dengan fokus pikiran Anda. Carilah hubungan dengan sesuatu yang mungkin telah lebih dulu ditulis orang lain, tetapi cobalah tetap konsisten dengan pikiran yang Anda alami.
 
Keenam, arahkan kembali perhatian Anda dengan pengubah fokus. Menulis selalu membutuhkan evaluasi, yaitu untuk melihat sampai sejauhmana tingkat ketajaman dan kelemahan dari fokus apa yang hendak ditulis. Bila perlu, komentari tulisan Anda sendiri sebagai bentuk perhatian anda terhadap tulisan yang sudah anda dilakukan. Sebelum menulis, ajukanlah sebuah pertanyaan-pertanyaan terlebih dahulu, agar dapat memompa pikiran dan merangsang gairah untuk menulis Anda.
 
Dari keenam skenario tersebut, hanyalah sebuah teori saja. Yang penting adalah kita perlu mencoba dan membuktikan apakah dengan menulis mampu membuat otak kita cerdas. Tentu saja, butuh keberanian dan keajegan (istiqamah) agar apa yang dilakukan tidak menambah beban pikiran, yang justru akan menyebabkan stress.

Jumat, 28 Januari 2011

Populasi dan Sampel








Populasi dan Sampel 

Dalam penelitian kuantitatif, apalagi jika dirancang sebagai sebuah penelitian survei (survey research), keberadaan populasi dan sampel penelitian nyaris tak dapat dihindarkan. Populasi dan sampel merupakan sumber utama untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam mengungkapkan fenomena atau realitas yang dijadikan fokus penelitian kita.

Demi mencapai keakuratan dan validitas data yang dihasilkan, populasi dan sampel yang dijadikan objek penelitian harus memiliki kejelasan baik dari segi scope, ukuran, maupun karakteristiknya. Dengan kata lain, kejelasan populasi dan ketepatan pengambilan sampel dalam penelitian akan menentukan validitas proses dan hasil penelitian kita.

Apa itu populasi penelitian? Apa itu sampel dan bagaimana kaitan antara populasi dan sampel dalam sebuah penelitian? Simak uraian-uraian di bawah ini.

KONSEP DASAR
Populasi atau sering juga disebut universe adalah keseluruhan atau totalitas objek yang diteliti yang ciri-cirinya akan diduga atau ditaksir (estimated). Ciri-ciri populasi disebut parameter. Oleh karena itu, populasi juga sering diartikan sebagai kumpulan objek penelitian dari mana data akan dijaring atau dikumpulkan. Populasi dalam penelitian (penelitian komunikasi) bisa berupa orang (individu, kelompok, organisasi, komunitas, atau masyarakat) maupun benda, misalnya jumlah terbitan media massa, jumlah artikel dalam media massa, jumlah rubrik, dan sebagainya (terutama jika penelitian kita menggunakan teknik analisis isi (content analysis).
Populasi penelitian terdiri dari populasi sampling dan populasi sasaran.

Populasi sampling adalah keseluruhan objek yang diteliti, sedangkan populasi sasaran adalah populasi yang benar-benar dijadikan sumber data. Sebagai contoh, misalnya kita akan meneliti bagaimana rata-rata tingkat prestasi akademik mahasiswa STBA-JIA, kita hanya akan memokuskan penelitian kita pada mahasiswa yang aktif di lembaga-lembaga kemahasiswaan, maka seluruh mahasiswa STBA JIA adalah populasi sampling, sedangkan seluruh mahasiswa yang aktif dalam lembaga kemahasiswaan adalah pogram populasi sasaran.

Konsep lainnya yang harus dipahami-dan tidak boleh dikelirukan- adalah jumlah populasi (population numbers) dan ukuran populasi (population size). Jumlah populasi adalah banyaknya kategori populasi yang dijadikan objek penelitian yang dinotasikan dengan huruf K.

Misalnya, ketika kita meneliti tingkat rata-rata prestasi akademik mahasiswa STBA JIA Bekasi, maka jumlah populasinya adalah satu, yakni kategori mahasiswa. Sementara itu, jika kita meneliti sikap sivitas akademika STBA JIA terhadap kebijakan rektor dalam menaikkan biaya pendidikan, maka jumlah populasinya sebanyak kategori yang terkandung dalam konsep sivitas akademika, misalnya terdiri dari kategori mahasiswa, dosen, dan staf administratif. Jadi, jumlah populasinya ada tiga. Ukuran populasi adalah banyaknya unsur atau unit yang terkandung dalam sebuah kategori populasi tertentu, yang dilambangkan dengan huruf N. Misalnya, ketika kita meneliti bagaimana rata-rata tingkat prestasi akademik mahasiswa STBA JIA maka jumlah populasinya adalah satu dan ukuran populasinya 300 orang (sesuai dengan jumlah mahasiswa yang terdaftar resmi di STBA JIA).

Jika kita menggunakan seluruh unsur populasi sebagai sumber data, maka penelitian kita disebut sensus. Sensus merupakan penelitian yang dianggap dapat mengungkapkan ciri-ciri populasi (parameter) secara akurat dan komprehensif, sebab dengan menggunakan seluruh unsur populasi sebagai sumber data, maka gambaran tentang populasi tersebut secara utuh dan menyeluruh akan diperoleh. Oleh karena itu, sebaik-baiknya penelitian adalah penelitian sensus. Namun demikian, dalam batas-batas tertentu sensus kadang-kadang tidak efektif dan tidak efisien, terutama jika dihubungkan dengan ketersedian sumber daya yang ada pada peneliti. Misalnya, bila dikaitkan dengan fokus penelitian, keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya yang dimiliki oleh peneliti.

Dalam keadaan peneliti tidak memungkinkan untuk melakukan sensus, maka peneliti boleh mengambil sebagian saja dari unsur populasi untuk dijadikan objek penelitiannya atau sumber data. Sebagian unsur populasi yang dijadikan objek penelitian itu disebut sampel. Sampel atau juga sering disebut contoh adalah wakil dari populasi yang ciri-cirinya akan diungkapkan dan akan digunakan untuk menaksir ciri-ciri populasi.

Oleh karena itu, jika kita menggunakan sampel sebagai sumber data, maka yang akan kita peroleh adalah ciri-ciri sampel bukan ciri-ciri populasi, tetapi ciri-ciri sampel itu harus dapat digunakan untuk menaksir populasi. Ciri-ciri sampel disebut statistik. Sama halnya dengan populasi, dalam sampel pun ada konsep jumlah sampel dan ukuran sampel. Jumlah sampel adalah banyaknya kategori sampel yang diteliti yang dilambangkan dengan huruf k, yang jumlahnya sama dengan jumlah populasi (k=K). Sedangkan ukuran sampel (dilambangkan dengan huruf n) adalah besarnya unsur populasi yang dijadikan sampel, yang jumlahnya selalui lebih kecil daripada ukuran populasi (n).

Mengapa kita harus benar-benar memahami (tidak mengelirukan) pengertian istilah jumlah sampel dengan ukuran sampel, sebab jumlah sampel dan sifat sampel yang diteliti (terutama untuk penelitian eksplanatif, misalnya penelitian korelasional) akan sangat menentukan uji statistik inferensial yang mana yang harus digunakan untuk menguji hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian kita. Ketepatan dalam memilih uji statistik inferensial itu merupakan salah satu unsur penentu validitas atau kesahihan penelitian kita.

Dalam menguji korelasi di antara variabel-variabel yang diteliti, misalnya, ada uji statistik inferensial yang hanya berlaku untuk menguji satu sampel, dua sampel independen, dua sampel berhubungan, dan k sampel independen atau k sampel berhubungan, dan sebagainya (Silakan baca buku Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial tulisan Sidney Siegel).

Karena data yang diperoleh dari sampel harus dapat digunakan untuk menaksir populasi, maka dalam mengambil sampel dari populasi tertentu kita harus benar-benar bisa mengambil sampel yang dapat mewakili populasinya atau disebut sampel representatif. Sampel representatif adalah sampel yang memiliki ciri karakteristik yang sama atau relatif sama dengan ciri karakteristik populasinya. Tingkat kerepresentatifan sampel yang diambil dari populasi tertentu sangat tergantung pada jenis sampel yang digunakan, ukuran sampel yang diambil, dan cara pengambilannya. Cara atau prosedur yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi tertentu disebut teknik sampling.

UKURAN SAMPEL
Ukuran sampel atau besarnya sampel yang diambil dari populasi, sebagaimana diungkapkan di atas, merupakan salah satu faktor penentu tingkat kerepresentatifan sampel yang digunakan. Pertanyaannya, berapa besar sampel harus diambil dari populasi agar memenuhi syarat kerepresentatifan?

Dalam menentukan menentukan ukuran sampel (n) yang harus diambil dari populasi agar memenuhi persyaratan kerepresentatifan, tidak ada kesepakatan bulat di antara para ahli metodolologi penelitian (hal ini wajar, sebab dalam dunia ilmu yang ada adalah sepakat untuk tidak sepakat asal masing-masing konsisten dengan rujukan yang digunakannya, sehingga ilmu itu bisa terus berproses dan berkembang). Pada umumnya, buku-buku metodologi penelitian menyebut angka lima persen hingga 10 persen untuk menegaskan berapa ukuran sampel yang harus diambil dari sebuah populasi tertentu dalam penelitian sosial. Pendapat ini tentu saja sulit untuk dijelaskan apa alasannya jika ditinjau dari aspek metodologi penelitian.

Sehubungan dengan hal itu, I Gusti Bagoes Mantra dan Kasto dalam buku yang ditulis oleh Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (1989), menyatakan bahwa sebelum kita menentukan berapa besar ukuran sampel yang harus diambil dari populasi tertentu, ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan yaitu:

1. Derajat Keseragaman Populasi (degree of homogenity). Jika tinggi tingkat homogenitas populasinya tinggi atau bahkan sempurna, maka ukuran sampel yang diambil boleh kecil, sebaliknya jika tingkat homogenitas populasinya rendah (tingkat heterogenitasnya tinggi) maka ukuran sampel yang diambil harus besar. Untuk menentukan tingkat homogenitas populasi sebaiknya dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan uji statistik tertentu.

2. Tingkat Presisi (level of precisions) yang digunakan. Tingkat presisi, terutama digunkan dalam penelitian eksplanatif, misalnya penelitian korelasional, yakni suatu pernyataan peneliti tentang tingkat keakuratan hasil penelitian yang diinginkannya. Tingkat presisi biasanya dinyatakan dengan taraf signifikansi (α) yang dalam penelitian sosial biasa berkisar 0,05 (5%) atau 0,01 (1%), sehingga keakuratan hasil penelitiannya (selang kepercayaannya) 1–α yakni bisa 95% atau 99%. Jika kita menggunakan taraf signifikansi 0,01 maka ukuran sampel yang diambil harus lebih besar daripada ukuran sampel jika kita menggunakan taraf signifikansi 0,05.

3. Rancangan Analisis. Rancangan analisis yang dimaksud adalah sesuatu yang berkaitan dengan pengolahan data, penyajian data, pengupasan data, dan penafsiran data yang akan ditempuh dalam penelitian. Misalnya, kita akan menggunkan teknik analisis data dengan statistik deskripti; penyajian data menggunakan tabel-tabel distribusi frekuensi silang (tabel silang) atau tabel kontingensi dengan ukuran 3X3 atau lebih dimana pasti mengandung sel sebanyak 9 buah, maka ukuran sampelnya harus besar. Hal ini untuk menghindarkan adanya sel dalam tabel tersebut yang datanya nol (kosong), sehingga tidak layak untuk dianalisis dengan asumsi-asumsi kotingensi. Jika kita menggunakan rancangan analisisnya hanya menggunakan analisis statistik inferensial, maka ukuran sampelnya boleh lebih kecil dibandingkan apabila kita menggunakan rancangan analisis statistik deskriptif saja. Dengan kata lain, rancangan penelitian deskriptif membutuhkan ukuran sampel yang lebih besar daripada rancangan penelitian eksplanatif.

4. Alasan-alasan tertentu yang berkaitan dengan keterbatasan-keterbatasn yang ada pada peneliti, misalnya keterbatasan waktu, tenaga, biaya, dan lain-lain. (Catatan: Alasan ke-4 ini jangan digunakan sebagai pertimbangan utama dalam menentukan ukuran sampel, sebab hal ini lebih berkaitan dengan pertimbangan peneliti (tanpa akhiran an) dan bukan pertimbangan penelitian (metodologi).

Selain mempertimbangkan faktor-faktor di atas, beberapa buku metode penelitian menyarankan digunakannya rumus tertentu untuk menentukan berapa besar sampel yang harus diambil dari populasi. Jika ukuran populasinya diketahui dengan pasti, Rumus Slovin di bawah ini dapat digunakan.
Rumus Slovin:
           N
n = ———
      1 + Ne²
Keterangan;
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang ditololerir, misalnya 5%.
Batas kesalahan yang ditolelir ini untuk setiap populasi tidak sama, ada yang 1%, 2%, 3%, 4%,5%, atau 10%.

Jika ukuran populasinya besar yang didapat dari pendugaan proporsi populasi, maka Rumus Yamane yang harus digunakan.
           N
n = ———–
       Nd² + 1
d = batas toleransi kesalahan pengambilan sampel yang digunakan.
Misalnya, kita ingin menduga proporsi pembaca koran dari populasi 4.000 orang. Presisi ditetapkan di antara 5% dengan tingkat kepercayaan 95%, maka besarnya sampel adalah:
                4000
n = ————————- = 364
        4000 x (0,05)² + 1

KERANGKA SAMPLING (SAMPLING FRAME)
Di atas sudah ditegaskan, bahwa tingkat krepresentatifan sampel selain ditentukan oleh ukuran sampel yang diambil juga ditentukan oleh teknik sampling yang digunakan. Di antara teknik-teknik sampling tersebut, dalam penggunaannya, ada yang mempersyaratkan tersedianya kerangka sampling. Kerangka sampling (sampling frame) adalah sebuah daftar yang memuat data mengenai seluruh unit atau unsur sampling yang terdapat pada populasi sampling. Secara gampang orang sering mengatakan, kerangka sampling adalah daftar nama-nama yang kerkandung dalam populasi penelitian.

JENIS SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING
Berdasarkan prosedur atau cara yang digunakan dalam mengambil sampel dari populasi (teknik sampling), kita dapat mengidentifikasi dua jenis sampel, yaitu: sampel probabilitas (probability sampling) dan sampel nonprobabilitas (nonprobability sampling). Sampel probabilitas atau disebut juga sampel random (sampel acak) adalah sampel yang pengambilannya berlandaskan pada prinsip teori peluang, yakni prinsip memberikan peluang yang sama kepada seluruh unit populasi untuk dipilih sebagai sampel.

Sebaliknya, sampel nonprobabilitas atau sampel nonrandom (sampel tak acak) adalah sampel yang pengambilannya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu (bisa pertimbangan penelitian maupun pertimbangan peneliti). Sampel probabilitas diambil dengan menggunakan teknik sampling probabilitas atau teknik sampling random, sedangkan untuk mengambil sampel nonprobabilitas atau sampel nonrandom digunakan teknik sampling nonprobabilitas, yakni pertimbangan-pertimbangan tertentu. Sampel probabilitas cenderung memiliki tingkat representasi yang lebih tinggi daripada sampel nonprobabilitas.

Teknik Sampling Probabilitas (Teknik Sampling Random)
 
a. Teknik Sampling Random Sederhana (Simple Random Sampling)
Sampel acak sederhana adalah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga setiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Peluang yang dimiliki oleh setiap unit penelitian untuk dipilh sebagai sampel sebesar n/N, yakni ukuran sampel yang dikehendaki dibagi dengan ukuran populasi.
Dalam menggunakan Teknik Sampling Random Sederhana ini ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain (Singarimbun dan Effendy, 1989):
Harus tersedia kerangka sampling atau memungkinkan untuk dibuatkan kerangka samplingnya (dalam kerangka sampling tidak boleh ada unsur sampel yang dihitung dua kali atau lebih).
Sifat populasinya harus homogen, jika tidak, kemungkinan akan terjadi bias.
Ukuran populasinya tidak tak terbatas, artinya harus pasti berapa ukuran populasinya.
Keadaan populasinya tidak terlalu tersebar secara geografis.
 
Teknis pelaksanaannya ada dua cara, yakni:
Dengan mengundi unsur-unsur penelitian atau satuan-satuan elementer dalam populasi. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menyusun semua unit penelitian atau unit elementer ke dalam kerangka sampling, mulai dari nomor terkecil hingga nomor ke-n (tergantung berapa besar ukuran populasinya). Selanjutnya masing-masing nomor unsur populasi itu ditulsikan dalam secarik kertas, digulung, dan dimasukkan ke dalam sebuah kotak atau toples. Lalu lakukan pengocokan secara merata, dan ambil sejumlah gulungan kertas tersebut sebanyak ukuran sampel yang dikehendaki. Nomor-nomr yang terambil itu menjadi unit elementer yang terpilih sebagai sampel. Pengundian juga dapat dilakukan seperti halnya ibu-ibu anggota kelompok arian menentukan pemenang arisannya. Gulungan kertas yang di dalamnya sudah berisi nomor unit elementer, dimasukkan ke dalam toples yang diberi tutup dengan lubang sebesar kira-kira dapat dilalui oleh setiap gulungan kertas yang ada di dalamnya. Lalu kocok berulang-ulang hingga keluar sejumlah gulungan kertas sesuai dengan ukuran sampel yang direncanakan. Penggunaan cara ini (cara pengundian) seringkali tidak praktis, terutama apabila ukuran populasinya relatif besar, sebab: pertama, hampir tidak mungkin kita dapat melakukan pengocokan secara saksama dan merata seluruh gulungan kertas undian; dan kedua, ada kecenderungan kita untuk tergoda memilih angka-angka tertentu. Dalam keadaan yang demikian, gunakan teknik kedua, yakni dengan mengundi 

Tabel Angka Random.
Dengan menggunakan Tabel Angka Random. Cara ini dipilih karena selain meringankan pekerjaan, juga lebih memberikan jaminan yang lebih besar bahwa setiap unit elementer mempunyai peluang yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Caranya adalah sebagai berikut: misalnya, dari satuan elementer dlam populasi (N) yang besarnya 500 orang, akan dipilih 50 satuan elementer sebagai sampel (n). Bilangan 500 ini terdiri dari tiga dijit (digit), oleh karena itu dalam kerangka sampling satuan elementernya diberi nomor mulai dari 001 sampai 500. Selanjutnya lihat Tabel Angka Random atau Tabel Bilangan Random yang selalu ada pada lampiran buku-buku metodologi penelitian atau buku-buku metode statistika. Karena angka-angka yang yang terdapat dalam Tabel Bilangan Random itu disusun secara kebetulan (randomly assorted), maka pemakai tabel tersebut dapat mulai melihatnya dari baris dan kolom mana saja. Di samping itu, ia dapat juga mengikutinya ke arah mana saja. Penentuan angka pertama dapat dilakukan, misalnya, dengan cara menjatuhkan pensil dengan mata pensil mengarah ke bawah pada lembaran kertas yang di dalamnya terdapat tabel bilangan random yang kita gunakan. Angka random yang terkena oleh mata pensil tadi adalah unsur sampel pertama yang kita pilih. Selanjutnya, kita dapat menentukan unsur sampel lainnya dengan cara berjalan ke atas mengikuti kolom yang sama, atau ke samping mengikuti baris, ke bawah mengikuti kolom, atau cara apa saja yang dianggap mudah.
 
b. Teknik Sampling Random Sistematik (Systematic Random Sampling)
Apabila ukuran populasinya sangat besar, hingga tidak memungkinkan dilakukan pemilihan sampel dengan cara pengundian, maka teknik sampling random sederhana tidaklah tepat untuk digunakan. Dalam keadaan populasi yang demikian, gunakanlah teknik sampling random sistematik. Persyaratan yang harus dipenuhi agar teknik sampling ini dapat digunakan, sama dengan persyaratan untuk sampel random sederhana, yakni tersedianya kerangka sampling (ukuran populasinya diketahui dengan pasti), dan populasinya mempunyai pola beraturan yang memungkinkan untuk diberikan nomor urut serta bersifat homogen.

Cara penggunaan teknik sampling random sistematik ini mirip dengan cara sampling random sederhana. Bedanya, pada teknik sampling sistematik perandoman atau pengundian hanya dilakukan satu kali, yakni ketika menentukan unsur pertama dari sampling yang akan diambil. Penentuan unsur sampling selanjutnya ditempuh dengan cara memanfaatkan interval sampel. Interval sampel adalah angka yang menunjukkan jarak antara nomor-nomor urut yang terdapat dalam kerangka sampling yang akan dijadikan patokan dalam menentukan atau memilih unsur-unsur sampling kedua dan seterusnya hingga unsur ke-n. Interval sampel biasanya dilambangkan dengan huruf k.

Interval sampel atau juga disebut sampling rasio diperoleh dengan cara membagi ukuran populasi dengan ukuran sampel yang dikehendaki (N/n). Misalnya, dari populasi (N) berukuran 500 kita akan mengambil sampel (n) berkuran 50, maka interval samplingnya adalah 500/50=10 atau k =10. Andaikan yang terpilih sebagai unsur sampling pertama adalah satuan elementer yang bernomor s, maka penentuan unsur-unsur sampel berikutnya adalah:
Unsur pertama = s
Unsur kedua = s + k
Unsur ketiga = s + 2k
Unsur keempat = s + 3k, dan seterusnya hingga unsur ke-n.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini diberikan contoh konkret.
Misalnya ukuran populasinya 500 (N=500) dan ukuran sampel yang akan diambil sebesar 50 (n=50), maka pasti k = 10. Andaikan saja unsur sampel pertama yang terpilih adalah nomor urut 005, maka unsur-unsur selanjunya yang harus diambil adalah nomor 015, 025, 035, 045, 055, 065, 075, dan seterusnya dengan berpatokan pada penambahan angka 10 dari nomor urut terakhir.

c. Teknik Sampling Random Berstrata (Stratified Random Sampling)
Teknik sampling ini digunakan apabila populasinya tidak homogen (heterogen). Makin heterogen suatu populasi, makin besar pula perbedaan sifat-sifat antara lapisan tersebut. Padahal, sebagaimana telah diungkapkan di atas, presisi dan tingkat kerepresentatifan sampel yang diambil dari suatu populasi antara lain dipengaruhi oleh derajat keseragaman (tingkat homogenitas) populasi yang bersangkutan. Untuk dapat menggambarkan secara tepat tentang sifat-sifat populasi yang heterogen, maka populasi yang bersangkutan harus dibagi-bagi kedalam lapisan-lapisan (strata) yang seragam atau homogen, dan dari setiap strata dapat diambil sampel secara random (acak).

Untuk dapat menggunakan teknik sampling random strata, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain (Singarimbun dan Effendi, 1989:162-163):
Harus ada kriteria yang jelas yang akan dipergunakan sebagai dasar untuk menstratifikasi populasi ke dalam lapisan-lapisan. Sebagai contoh, populasi penelitian Anda adalah seluruh mahasiswa Unpad. Dalam kenyataannya karakteristik mahasiswa Unpad tidak sama (tidak homogen) sebab di Unpad terdapat program pendidikan jenjang D3, S1, S2, dan S3 yang tentu saja karakteristik (terutama karakteristik akademisnya) berbeda-beda. Maka dalam keadaan populasi yang demikian, mahasiswa Unpad sebagai populasi harus dibagi kedalam strata (subpopulasi) mahasiswa D3, mahasiswa S1, mahasiswa S2, dan mahasiswa S3. Secara teoretis, yang dapat dijadikan kriteria untuk pembagian strata itu ialah variabel-variabel yang akan diteliti atau variabel-variabel yang menurut peneliti mempunyai hubungan yang erat dengan variabel-variabel yang hendak diteliti itu. Misalnya, tingkat motivasi belajar mahasiswa erat kaitannya dengan jenjang pendidikan yang diikutinya. Jadi, dalam penelitian tentang motivasi belajar mahasiswa (misalnya), jenjang pendidikan dijadikan dasar dalam menentukan strata populasi.
Harus ada data pendahuluan dari populasi mengenai kriteria yang dipergunakan untuk menstratifikasi. Misalnya, data mengenai pembagian jenjang pendidikan pada mahasiswa Unpad didasarkan pada kenyataan bahwa di Unpad memang terdapat berbagai jenjang pendidikan.
Jumlah satuan elementer dari setiap strata (ukuran setiap subpopulasi) harus diketahui dengan pasti. Hal ini diperlukan agar peneliti dapat membuat kerangka sampling untuk setiap subpopulasi atau strata yang akan dijadikan sumber dalam menentukan sampel atau responden. (Harap dicatat, bahwa teknik sampling random strata ini baru efektif dalam menentukan ukuran sampel yang harus diambil dari setiap strata dan belum mampu menentukan siapa saja sampel yang harus diambil untuk dijadikan responden penelitian). Untuk menentukan saampel sasaran atau responden masih perlu dilanjutkan dengan menggunakan teknik sampling random sederhana atau teknik sampling random sistematik, setelah sebelumnya dibuatkan kerangka sampling untuk setiap subpopulasinya.
Sampel strata terdiri dari dua macam, yakni sampel strata proporsional dan sampel strata disproporsional. Teknik sampling random strata proporsional digunakan apabila proporsi ukuran subpopulasi atau jumlah satuan elementer dalam setiap strata relatif seimbang atau relatif sama besar. Dalam sampel strata proporsional, dari setiap strata diambil sampel yang sebanding dengan besar setiap strata dengan berpatokan pada pecahan sampling (sampling fraction) yang sama yang digunakan.

Pecahan sampling adalah angka yang menunjukkan persentase ukuran sampel yang akan diambil dari ukuran populasi tertentu. Sebagai contoh, jumlah keseluruhan mahasiswa Unpad ada 25.000 orang, sehingga ukuran populasinya 25.000. Berdasarkan perhitungan tertentu, misalnya kita menggunakan Rumus Slovin, sampel yang harus diambil sebesar 2.500 orang mahasiswa, maka pecahan samplingnya adalah 0,10 (10%) yang diperoleh dengan cara membagi ukuran sampel yang dikehendaki dengan ukuran populasinya (n/N). Dengan demikian, maka dari setiap lapisan populasi (strata) harus diambil sampel sebesar 10 % sehingga akhirnya diperoleh ukuran sampel secara keseluruhan yang merepresentasikan populasi. Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel di bawah ini.
Tabel 1
Sampel Berstrata Proporsional untuk Penelitian Motivasi Belajar di Kalangan Mahasiswa Universitas Padjadjaran
Jenjang Ukuran % dalam Pecahan n % dalam
Pendidikan Populasi Populasi Sampling Sampel Sampel
D3 10.000 40% 0,10 1.000 40%
S1 8.000 32% 0,10 800 32%
S2 5.000 20% 0,10 500 20%
S3 2.000 8% 0,10 200 8%
_______ ______ ______ _____
25.000 100% 2.500 100%
Keterangan:
Ditentukan ukuran sampel 2.500
Pecahan sampling 2.500/25.000 = 0,10
Setiap jenjang pendidikan diwakili dalam sampel proporsinya dalam populasi.
Penggunaan Teknik Sampling Random Strata Proporsional agak kurang tepat jika proporsi ukuran subpopulasinya (jumlah satuan elementer pada strata) tidak seimbang, ada yang jumlahnya besar ada pula yang jumlahnya kecil, sehingga kalau digunakan teknik sampling strata proporsional dapat kejadian ukuran subpopulasinya sama dengan ukuran sampelnya. Padahal, jika ukuran sampelnya sama dengan ukuran populasinya (total sampling atau sensus) maka data yang diperoleh dari sampel tersebut tidak bisa diolah atau dianalisis dengan menggunakan analisis statistik inferensial. Oleh karena itu, dalam keadaan populasi yang demikian, gunakanlah Teknik Sampling Random Strata Disproporsional.

Pada Sampel Strtata Disproporsional, ukuran sampel yang diambil dari setiap subpopulasi (strata) sama besarnya, yang berbeda adalah pecahan samplingnya. Satu hal yang perlu dicatat dan diingat, jika menggunakan teknik sampling ini, nanti pada waktu analisis data, data yang diperoleh dari sampel masing-masing strata harus dikalikan dengan bobot yang disesuaikan pada strata tersebut.

d. Teknik Sampling Random Klaster (Cluster Random Sampling)
Teknik ini digunakan apabila ukuran populasinya tidak diketahui dengan pasti, sehingga tidak memungkinkan untuk dibuatkan kerangka samplingnya, dan keberadaannya tersebar secara geografis atau terhimpun dalam klaster-klaster yang berbeda-beda. Misalnya, populasi puah penelitian kita adalah seluruh murid Sekolah Dasar (SD) yang ada di Wilayah Kota Bandung. Tidak mungkin kita dapat menghimpun semua data anak SD dalam sebuah daftar yang akurat, kalaupun mungkin, pasti daftar itu akan sangat panjang dan memerlukan waktu serta biaya yang tidak sedikit untuk menyusunnya. Maka kelompok siswa SD itu kita buat berdasarkan nama sekolahnya. Kelompok anak SD itu disebut klaster. Klaster dapat berupa sekolah, kelas, kecamatan, desa, kelurahan, RW, RT, dan sebagainya. Apabila klaster itu bersifat wilayah geografis yang kecil, maka pengambilan sampelnya dapat dilakukan satu tahap (simple cluster sampling). Misalnya, wilayah penelitian kita ada di Kelurahan Gunung Sampah, yang terdiri dari 10 RW, maka kita dapat memilih beberapa RW secara random untuk dijadikan wilayah penelitian dengan konsekuensi seluruh penduduk sasaran di RW itu harus dijadikan sampel (responden).

Akan tetapi jika klasternya besar atau wilayah geografisnya besar, maka pengambilan sampel tidak cukup hanya satu tahap, melainkan harus beberapa tahap. Dalam keadaan yang demikian gunakanlah teknik sampling klaster banyak tahap (multistage cluster sampling). Misalnya kita akan meneliti pendapat seluruh ibu rumah tangga yang ada di wilayah Kota Bandung tentang konversi bahan bakar minyak tanah ke gas elpiji. Populasi penelitiannya adalah seluruh ibu rumah tangga yang ada di Kota Bandung. Kota Bandung kita bagi dulu ke dalam Wilayah Bandung Timur, Bandung, Barat, Bandung Selatan, dan Bandung Utara. Dari setiap wilayah itu kita jabarkan lagi pada kecamatan-kecamatan, lalu ambil secara random, misalnya, dua kecamatan dari setiap wilayah sehingga diperoleh delapan kecamatan. Apabila kita berhenti sampai di sini, maka seluruh ibu rumah tangga yang berdomisi di delapan kecamatan terpilih itu adalah sampel penelitian kita. Tetapi jika kita merasa jumlahnya masih terlalu besar, maka kita boleh menjabarkan wilayah kecamatan terpilih itu menjadi kelurahan-kelurahan, sehingga wilayah kecamatan tadi kita jadikan populasi sampling. Dari situ secara random, misalnya, kita ambil dua kelurahan dri setiap kecamatan terpilih, sehingga kita memiliki 16 kelurahan sebagai wilayah penelitian dengan konsekuensi seluruh ibu rumah tangga di 16 kelurahan itu harus dijadikan responden. Jika dirasakan masih terlalu banyak jumlahnya, kita diperbolehkan untuk menurunkan lagi wilayah penelitian pada wilayah yang lebih kecil, misalnya RW, dan seterusnya dengan cara yang sama.

Teknik Sampling Nonprobabilitas (Teknik Sampling Nonrandom)
Dalam menentukan sampel dengan menggunakan taknik sampling nonrandom, tidak menggunakan prinsip kerandoman (prinsip teori peluang). Dasar penentuannya adalah pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti atau dari penelitian. Sebagai konsekuensinya, teknik sampling nonrandom ini tidak dapat digunakan apabila penelitian kita dirancang sebagai sebuah penelitian eksplanatif yang akan menguji hipotesis tertentu, misalnya penelitian korelasional, karena rumus uji statistik inferensial tidak dapat diterapkan untuk data yang berasal dari sampel nonrandom.

Teknik sampling ini secara luas sering digunakan untuk penelitian-penelitian eksploratif atau penelitian deskriptif. Ada beberapa jenis sampel nonrandom yang sering digunakan dalam penelitian sosial/penelitian komunikasi, di antaranya adalah:
 
Sampel Aksidental (accidental sampling). Sampel ini sering disebut sebagai sampel kebetulan yang pengambilannya didasarkan pada pertimbangan kemudahan bagi peneliti (bukan penelitian), sehingga sampel ini sering kali disebut convenience sampling atau sampel keenakan. Orang-orang ilmu statistika bahkan menyebutnya sebagai sampel kecelakaan, karena saking tidak representatifnya sampel tersebut. Sebisa mungkin, hindari untuk menggunakan sampel ini, jika kesimpulan penelitian kita ingin memperoleh kemampuan generalisasi yang tepat
 
Sampel Kuota (quota sampling). Teknik sampling kuota merupakan teknik sampling yang sejenis dengan teknik sampling strata. Perbedaannya adalah ketika mengambil sampel dari setiap strata tidak menggunakan cara-cara random, tetapi menggunakan cara-cara kemudahan (convenience). Caranya, tentukan ukuran sampel dari masing-masing strata lalu teliti siapa sejumlah orang yang sesuai dengan ukuran sampel yang ditentukan tadi, siapa saja asal berasal dari strata tersebut.
 
Sampel Purposif (purposeful sampling). Teknik ini disebut juga judgemental sampling atau sampel pertimbangan bertujuan. Dasar penetuan sampelnya adalah tujuan penelitian. Sampel ini digunakan jika dalam upaya memperoleh data tentang fenomena atau masalah yang diteliti memerlukan sumber data yang memilki kualifikasi spesifik atau kriteria khusus berdasarkan penilaian tertentu, tingkat signifikansi tertentu. Misalnya, untuk meneliti kualitas cerita Film Ayat-ayat Cinta kita memerlukan reponden yang memiliki kualifikasi komptensi dalam bidang perfilman atau bidang komunikasi. Maka sampelnya adalah para kritikus film, para dosen produksi film, para ahli sinematografi, dan lain-lain.
Beberapa Masalah dalam Penelitian yang Berkaitan dengan Sampel
 
Dalam setiap penelitian, tidak tertutup kemungkinan untuk terjadi permasalahan atau penyimpangan. Besarnya penyimpangan yang dapat ditoleransi dalam suatu penelitian, tergantung pada sifat penelitian itu sendiri. Ada penelitian yang dapat mentolerannsikan penyimpangan yang besar; sebaliknya ada juga penelitian yang menghendaki penyimpangan yang kecil, sebab penyimpangan yang besar dapat menimbulkan kesimpulan yang salah.
 
Dalam suatu penelitian, ada kemungkinan timbul dua macam penyimpangan, yaitu:
Penyimpangan karena Pemakaian Sampel (Sampling Error)Seandainya tidak ada kesalahan pada pengamatan, satuan-satuan ukuran, definisi operasinal variabel, pengolahan data, dan sebagainya, maka perbedaan itu hanya disebabkan oleh pemakaian sampel. Mudah dimengerti bahwa semakin besar sampelnyang diambil, semakin kecil pula terjadi penyimpangan. Apabila sampel itu sudah sama besar dengan populasi, maka penyimpangan oleh pemakaian sampel pasti akan hilang.
Penyimpangan Bukan oleh Pemakaian Sampel (Non-Sampling Error)
Jenis penyimpangan ini dapat ditimbulkan oleh berbagai hal, di antaranya adalah:
Penyimpangan karena kesalahan perencanaan. Misalnya karena tidak tepatnya definisi operasional variabel, kriteria satuan-satuan ukuran, dan sebagainya, memberikan peluang penyimpangan atau kesalahan pada hasil penelitian.
 
Penyimpangan karena Penggantian Sampel.  
Hal ini berkaitan dengan adanya perbedaan antara sampel yang diteliti dengan sampel yang ditetapkan. Misalnya, seseorang mahasiswa yang telah ditetapkan sebagai sampel tidak bisa dihubungi pada waktu akan diwawancarai atau diminta untuk mengisi kuesioner, lalu kita menggantinya dengan mahasiswa yang lain.
Penyimpangan karena salah tafsir dari petugas pengumpulan data maupun responden, yang dapat menyebabkan jawaban yang diperoleh dari responden menyimpang dari yang sebenarnya.
Penyimpangan karena salah tafsir responden. Biasanya disebabkan karena responden sudah lupa akan masalah yang ditanyakan.
 
Penyimpangan karena responden sengaja salah dalam menjawab pertanyaan. Hal ini dapat terjadi jika responden merasa curiga terhadap maksud dan tujuan penelitian, atau mungkin juga responden mempunyai maksud-maksud tertentu secara terselubung.
Penyimpangan karena kesalahan pengolahan data, misalnya salah dalam menambahkan, mengalikan, dan sebagainya.
Sementara itu, masalah yang dihadapi dalam Pembuatan Kerangka Sampling, di antaranya adalah sebagai berikut:
 
Blank Foreign Elements
Yakni jika data populasi yang diperoleh dari sesuatu sumber tidak sesuai dengan kenyataannya di lapangan, sehingga terjadi orang yang sudah terpilih sebagai sampel tidak ditemui di lapangan. Hal ini disebabkan mungkin karena pendataannya yang tidak akurat atau datanya sudah kadaluarsa.
 
Incomplete Frame
Ketidaklengkapan kerangka sampling terjadi karena ada unsur populasi (orang) yang seharusnya masuk di dalamnya, justeru tidak tercatat.
 
Cluster of Elements
Kerangka sampling yang kita miliki tidak selamanya sama dengan yang kita butuhkan. Misalnya, jika kita ingin meneliti pelajar sekolah dasar yang bertempat tinggal di Kota A, kita tidak akan memperoleh daftarnya, yang kita temukan hanyalah daftar nama sekolah dasar yang ada di Kota A.

Referensi :
1. Jalaluddin Rakhmat, 1995, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.
2. Arthur Asa Berger, 2000, Media and Communication Research Methods, Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage Publications, Inc.
3. Bridget Somekh and Cathy Lewin, 2005, Research Methods in The Social Sciences, London, Thousand Oaks, New Delhi: Sage Publications, Inc.
4. Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989, Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES.
5. Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, 2005, Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi, Jakarta: P.T. Radjagrafindo Persada.
6. Rachmat Kriyantono, 2006, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Kamis, 27 Januari 2011





DAMPAK GLOBALISASI MEDIA TERHADAP
MASYARAKAT DAN BUDAYA INDONESIA
Oleh : Drs. Hadiono Afdjani, MM
Abstact
 
Media globalization do not know state boundarys. Indonesia is one of induced
state emerged of American and Europe magazine Indonesian version and also
inudating program display and record product without can be barricaded. How
applying of press constitutions and broadcast constitutions referring to this
problem? How government attitude? How its impact to Indonesian culture and
society? Is there any solution can you offer?
 
PERAN MEDIA MASSA
Peran media massa dalam kehidupan sosial, terutama dalam masyarakat
modern tidak ada yang menyangkal, menurut McQuail dalam bukunya Mass
Communication Theories (2000 : 66), ada enam perspektif dalam hal melihat peran
media.
 
Pertama, melihat media massa seabagai window on event and experience.
Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang
sedang terjadi di luar sana. Atau media merupakan sarana belajar untuk mengetahui
berbagai peristiwa.
 
Kedua, media juga sering dianggap sebagai a mirror of event in society and
the world, implying a faithful reflection. Cermin berbagai peristiwa yang ada di
masyarakat dan dunia, yang merefleksikan apa adanya. Karenanya para pengelola
media sering merasa tidak “bersalah” jika isi media penuh dengan kekerasan, konflik,
pornografi dan berbagai keburukan lain, karena memang menurut mereka faktanya
demikian, media hanya sebagai refleksi fakta, terlepas dari suka atau tidak suka.

Padahal sesungguhnya, angle, arah dan framing dari isi yang dianggap sebagai cermin
realitas tersebut diputuskan oleh para profesional media, dan khalayak tidak
sepenuhnya bebas untuk mengetahui apa yang mereka inginkan.
 
Ketiga, memandang media massa sebagai filter, atau gatekeeper yang
menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih
issue, informasi atau bentuk content yang lain berdasar standar para pengelolanya. Di
sini khalayak “dipilihkan” oleh media tentang apa-apa yang layak diketahui dan
mendapat perhatian .
 
Keempat, media massa acapkali pula dipandang sebagai guide, penunjuk jalan
atau interpreter, yang menerjemahkan dan menunjukkan arah atas berbagai
ketidakpastian, atau alternative yang beragam
 
Kelima, melihat media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai
informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkin terjadinya tanggapan dan
umpan balik.
 
Keenam, media massa sebagai interlocutor, yang tidak hanya sekadar tempat
berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner komunikasi yang memungkinkan
terjadinya komunikasi interaktif.
 
Pendeknya, semua itu ingin menunjukkkan, peran media dalam kehidupan social
bukan sekedar sarana diversion, pelepas ketegangan atau hiburan, tetapi isi dan
informasi yang disajikan, mempunyai peran yang signifikan dalam proses sosial. Isi
media massa merupakan konsumsi otak bagi khalayaknya, sehingga apa yang ada di
media massa akan mempengaruhi realitas subjektif pelaku interaksi sosial. Gambaran
tentang realitas yang dibentuk oleh isi media massa inilah yang nantinya mendasari
respon dan sikap khalayak terhadap berbagai objek sosial. Informasi yang salah dari
media massa akan memunculkan gambaran yang salah pula terhadap objek sosial itu.
 
Karenanya media massa dituntut menyampaikan informasi secara akurat dan 
berkualitas. Kualitas informasi inilah yang merupakan tuntutan etis dan moral penyajian
media massa.
 
GLOBALISASI MEDIA
 
Bertolak dari besarnya peran media massa dalam mempengaruhi pemikiran
khalayaknya, tentulah perkembangan media massa di Indonesia pada massa akan
datang harus dipikirkan lagi. Apalagi menghadapi globalisasi media massa yang tak
terelakan lagi.
 
Globalisasi media massa merupakan proses yang secara nature terjadi,
sebagaimana jatuhnya sinar matahari, sebagaimana jatuhnya hujan atau meteor.
 
Pendekatan profesional menjadi kata kunci, masalah dasarnya mudah diterka. Pada
titik-titik tertentu, terjadi benturan antar budaya dari luar negeri yang tak dikenal oleh
bangsa Indonesia. Jadi kekhawatiran besar terasakan benar adanya ancaman,
serbuan, penaklukan, pelunturan karena nilai-nilai luhur dalam paham kebangsaan.
Imbasnya adalah munculnya majalah-majalah Amerika dan Eropa versi
Indonesia seperti : Bazaar, Cosmopolitan, Spice, FHM (For Him Magazine), Good
Housekeeping, Trax dan sebagainya. Begitu pula membajirnya program-program
tayangan dan produk rekaman tanpa dapat dibendung.
 
Lantas bagaimana bagi negara berkembang seperti Indonesia menyikapi
fenomena transformasi media terhadap perilaku masyarakat dan budaya? Bukankah
globalisasi media dengan segala nilai yang dibawanya seperti lewat televisi, radio,
majalah, Koran, buku, film, vcd dan kini lewat internet sedikit banyak akan berdampak
pada kehidupan masyarakat?
 
Saat ini masyarakat Indonesia sedang mengalamai serbuan yang hebat dari
berbagai produk pornografi berupa tabloid, majalah, buku bacaan di media cetak 
televisi, radio dan terutama adalah peredaran bebas VCD. Baik yang datang dari luar
negeri maupun yang diproduksi sendiri. Walaupun media pornografis bukan barang baru
bagi Indonesia, namun tidak pernah dalam skala seluas sekarang. Bahkan beberapa
orang asing menganggap Indonesia sebagai “surga pornografi” karena sangat
mudahnya mendapatkan produk-produk pornografi dan harganya pun murah.
 
Kebebasan pers yang muncul pada awal reformasi ternyata dimanfaatkan oleh
sebagian masyarakat yang tidak bertanggungjawab, untuk menerbitkan produk-produk
pornografi. Mereka menganggap pers mempunyai kemerdekaan yang dijamin sebagai
hak asasi warga Negara dan tidak dikenakan penyensoran serta pembredelan. Padahal
dalam Undang-Undang Pers No. 40 tahun 1999 itu sendiri, mencantumkan bahwa
pers berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati normanorma
agama dan rasa kesusilaan masyarakat (pasal 5 ayat 1).
 
Dalam media audio-visualpun, ada Undang-undang yang secara spesifik
mengatur pornografi, yaitu Undang-undang Perfilman dan Undang-undang
Penyiaran. Dalam UU Perfilman 1992 pasal 33 dinyatakan bahwa setiap film dan
reklame film yang akan diedarkan atau dipertunjukkkan di Indonesia, wajib sensor
terlebih dahulu. Pasal 19 dari UU ini menyebutkan bahwa LSF (Lembaga Sensor
Film) harus menolak sebuah film yang menonjolkan adegan seks lebih dari 50 % jam
tayang. Dalam UU Penyiaran pasal 36 dinyatakan bahwa isi siaran televisi dan radio
dilarang menonjolkan unsur cabul (ayat 5) dan dilarang merendahkan, melecehkan
dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama dan martabat manusia Indonesia (ayat 6).
 
Globalisasi pada hakikatnya ternyata telah membawa nuansa budaya dan nilai
yang mempengaruhi selera dan gaya hidup masyarakat. Melalui media yang kian
terbuka dan terjangkau, masyarakat menerima berbagai informasi tentang peradaban
baru yang datang dari seluruh penjuru dunia. Padahal, kita menyadari belum semua
warga negara mampu menilai sampai dimana kita sebagai bangsa berada. Begitulah,misalnya, banjir informasi dan budaya baru yang dibawa media tak jarang teramat asing
dari sikap hidup dan norma yang berlaku. Terutama masalah pornografi, dimana
sekarang wanita-wanita Indonesia sangat terpengaruh oleh trend mode dari Amerika
dan Eropa yang dalam berbusana cenderung minim, kemudian ditiru habis-habisan.
 
Sehingga kalau kita berjalan-jalan di mal atau tempat publik sangat mudah menemui
wanita Indonesia yang berpakaian serba minim mengumbar aurat. Di mana budaya itu
sangat bertentangan dengan norma yang ada di Indonesia. Belum lagi maraknya
kehidupan free sex di kalangan remaja masa kini. Terbukti dengan adanya video porno
yang pemerannya adalah orang-orang Indonesia.
 
Di sini pemerintah dituntut untuk bersikap aktif tidak masa bodoh melihat
perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia. Menghimbau dan kalau perlu
melarang berbagai sepak terjang masyarakt yang berperilaku tidak semestinya.
Misalnya ketika Presiden Susilo Bambang Yudoyono, menyarankan agar televisi tidak
menayangkan goyang erotis dengan puser atau perut kelihatan. Ternyata dampaknya
cukup terasa, banyak televisi yang akhirnya tidak menayangkan para artis yang
berpakaian minim.
 
SOLUSI
Sekarang di Indonesia bermunculan lembaga-lembaga media watch yang keras
terhadap pers sebagai jawaban terhadap kian maraknya penerbitan yang bisa disebut
“pers kuning”, “Massen Preese” dan “Geschaft Presse”.
 
Melalui media massa pun, kita dapat membangun opini publik, karena media
mempunyai kekuatan mengkonstruksi masyarakat. Misalnya melalui pemberitaan
tentang dampak negatif pornografi, komentar para ahli dan tokok-tokoh masyarakat
yang anti pornografi atau anti media pornografi serta tulisan-tulisan, gambar dan surat
pembaca yang berisikan realitas yang dihadapi masyarakat dengan maraknya pornografi, maka media dapat dengan cepat mengkonstrusikan masyarakat secara luas
karena jangkauannya yang jauh.
 
Dalam masyarakat terutama di daerah pedesaan, dikenal adanya opinion
leader atau pemuka pendapat. Mereka memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
orang lain untuk bertindak laku dalam cara-cara tertentu. Menurut Rogers (1983)pemuka pendapat memainkan peranan penting dalam penyebaran informasi. Melalui
hubungan sosial yang intim, para pemuka pendapat berperan menyampaikan pesanpesan,
ide-ide dan informasi-informasi baru kepada masyarakat. Melalui pemuka
pendapat seperti tokoh agama, sesepuh desa, kepala desa, pesan-pesan tentang
bahaya media pornografi dapat disampaikan.
 
Tapi yang lebih penting lagi adalah ketegasan pemerintah dalam menerapkan
hukum baik Undang-Undang Pers, Undang-undang Perfilman dan Undang-Undang
Penyiaran secara tegas dan konsiten di samping tentu saja partisipasi dari masyarakat
untuk bersam-sama mencegah dampak buruk dari globalisasi media yang kalau
dibiarkan bisa menghancurkan negeri ini.